Kamis, 30 Mei 2013

Perencanaan Kredit  jaminan bpkb, agunan bpkb, pinjman dana cepat, jaminan bpkb motor, jaminan bpkb mobil, alat berat, dana tunai, dana talangan, pinjaman dana jaminan bpkb motor, pinjaman uang jaminan bpkb motor, pinjaman dana jaminan bpkb, terima gadai bpkb motor Honda, terima gadai bpkb motor Suzuki, pinjaman dana jaminan bpkb mobil Toyota,pinjaman dana talangan dengan jaminan bpkb mobil truck, terima gadai alat berat, terima gadai take over, Peremajaan kendaraan, Damtruk, Tronton, Fuso dll
PerencanaanKredit
Setiap kegiatan usaha selalu diambil dengan suatu rencana walaupun rencana itu sangat sederhana.  Tidak ada suatu kegiatan usaha yang tiba-tiba muncul dan langsung berjalan tanpa perencanaan.  Untuk kegiatan usaha yang sederhana memerlukan rencana yang sederhana.  Demikian juga semakin rumit kegiatan usaha yang akan dilakukan, maka rencana kerja yang akan disusun juga akan semakin rumit.  As Mahmoedin (1994 ; 104) mengatakan dengan rencana memungkinkan :
1.      Organisasi dapat memperoleh dan mengikat sumber daya yang diperlukan untuk   mencapai tujuan-tujuan.
2.      Para anggota organisasi untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang konsisten dengan berbagai tujuan dan prosedur terpilih.
3.      Kemajuan dapat terus dimonitor dan diukur, sehingga tindakan korektif dapat diambil bila tingkat kemajuan tidak memuaskan.
Muhammad Djohan (1990 ; 45) menyebutkan bahwa pada dasarnya “Planning is decting in advance what is to be done”.
Jadi menentukan apa yang dilakukan organisasi dalam rangka  mencapai tujuan.  Planning menyangkut suatu masa yang akan datang.  Karenanya fungsi ini sangat  penting dalam mengatur roda usaha organisasi untuk masa yanga akan datang.  Segala aktivitas yang digerakkan oleh planning akan dapat mengatur apakah pencapaian tujuan organisasi terlaksana dengan baik atau tidak.
Bagi sebuah bank, planning merupakan hak mutlak yang harus dilakukan.  Tidak hanya karena planning  merupakan fungsi yang penting, tetapi kepentingan menjalankan planning sebelum roda usaha digerakkan sudah merupakan suatu “rule” bagi bank demi mencapai tujuan.  Tujuan bank bukanlah profit making semata-mata, tetapi juga menjaga safenya keuangan yang ada yaitu uang sendiri dan uang orang lain.
Aspek-aspek Pertimbangan Rencana Kredit.
Karena perkreditan merupakan kegiatan yang utama dari bank, maka rencana kredit merupakan hal mutlak yang harus dilakukan dalam rangka melengkapi penentuan policy perkreditan secara menyeluruh.  Tanpa rencana kredit, maka policy kredit tidak lengkap dan berarti.
Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam pertimbangan penyusunan rencana kredit yang mantap dan terarah adalah sebagai berikut  :             
a.       Kondisi perekonomian dan perdagangan.
Ini mutlak harus dilaksanakan oleh karena bank sebagai lembaga keuangan, bergerak dalam kegiatan perekonomian dan perdagangan.  Harus dipertimbangkan bagaimana kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul selama rencana disusun dan selama pelaksanaan rencana tersebut.
b.      Line of business.
Dalam sektor ekonomi yang mana bank bergerak.  Apakah khusus sector pertanian, perekonomian, industri, perdagangan umum atau real estate.  Beberapa indikator ekonomi yang berhubungan erat dengan line of business itu perlu diteliti dan diadakan analisa mendalam.
c.   Keadaan nasabah yang ada.
   Bagi record nasabah yang ada diadakan pengelompokan nasabah yang dibagi menurut kelancaran usaha secara lengkap.  Keadaan kelancaran itu kemudian digabungkan dengan sektor usaha para nasabah.  Dari keadaan tersebut secara umum akan dapat diketahui bagaimana keadaan nasabah yang ada.
d.   Keadaan keuangan bank.
   Hal ini merupakan faktor yang sangat penting karena kekuatan keuangan banklah yang menentukan langkah-langkah nyata bagi perencanaan kredit dalam arti kata berapa jumlah dana yang akan dioperasikan.  Tegasnya harus dengan jelas diketahui berapa jumlah uang yang tersedia dan benar-benar dapat dilepas.  Sesuai dengan ketentuan bank sentral setiapbank diharuskan memelihara cash ratio yang merupakan suatu reserve untuk memenuhi atau menutupi kewajiban-kewajiban yang sewaktu-waktu dapat timbul.
e.   Organisasi bank.
                  Besar kecilnya suatu bank cukup besar pengaruhnya dalam penyusunan rencana kredit.  Bila organisasinya besar meliputi beberapa cabang yang tersebar, maka perlu diadakan pengaturan tentang wewenang pemutusan kredit.  Pemberian wewenang disertai tanggung jawab untuk berusaha agar kredit itu lancar dan menguntungkan serta kewajiban dalam menghimpun dana untuk operasi kredit masa-masa selanjutnya.
f.    Skill dari personil-personil kredit di seluruh organisasi.
                  Bank perlu memperhatikan skill dari pejabat kredit dan bila perlu diadakan spesialisasi.
Intensitas pengaruh masing-masing faktor diatas berbeda satu sama lain. Oleh karena itu untuk memudahkan penyusunan rencana kredit harus ditetapkan berbagai planning assumption yang akan dipakai misalnya  :
·          Pola permintaan dana dari masyarakat usaha untuk tahun yang akan datang naik sebesar X %.
·          Tingkat suku bunga rata-rata cenderung konstan.
·          Adanya perkembangan perekonomian yang semakin cerah.
            Assumption tersebut tidak ditetapkan secara sambilan saja tetapi perlu juga melalui teknik analisa yang sistematis.
Objektif dari Perkreditan. 
Setelah diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi rencana perkreditan perlu ditetapkan apakah sebenarnya objektif yang ingin dicapai oleh suatu bank.
·          Apakah untuk mengejar laba yang setingi-tingginya.
·          Apakah untuk penetrasi pasar.
·          Apakah untuk mengembangkan bisnis bank.
·          Apakah untuk memajukan kegiatan perekonomian Negara.
·          Apakah  untuk melaksanakan kebijaksanaan moneter.
·          Apakah untuk memasarkan dana yang ideal.
Masing-masing objektif harus dipelajari secara seksama tentang tingkat keterlaksanaannya (feasibilitynya), membandingkan dengan faktor-faktor kredit yang merupakan kendala.  Dengan demikian penetapan objektif dari perencanaan kredit tergantung dari kendala yang paling kritis yang dihadapi oleh bank bersangkutan sebab antara faktor-faktor  perencanaan kredit satu sama lain mempunyai hubungan yang sangat erat juga mempunyai hubungan timbal balik dengan objektif yang akan dicapai.  Jadi setelah objektif ditentukan secara tepat, maka perlu dinilai/disaring lagi dengan berbagai resiko yang akan dihadapi untuk mencapai objektif tersebut.
Resiko Perkreditan  
Setiap usaha akan selalu dihadapkan pada resiko walaupun mempunyai bobot yang berbeda.  Demikian juga dalam pemberian kredit ada terkandung resiko yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam proses perencanaan kredit. Berbagai bentuk resiko yang perlu dipahami antara lain :
a.       Resiko dari sifat usaha.
Ribuan jenis usaha yang kita jumpai adalah mempunyai sifat yang berbeda satu sama lain, dimana masing-masing mempunyai ciri-ciri khusus dalam melaksanakan kegiatannya.  Dan kegiatan yang satu dan yang lainnya juga mengandung tingkat resiko yang berbeda.
b.      Resiko Geografis.
Besarnya dari suatu kegiatan usaha juga dipengaruhi oleh factor geografi.  Resiko geografis ini erat hubungannya dengan bencana alam yang sering terjadi pada suatu lokasi usaha tertentu.  Tetapi ada juga resiko yang timbul bukan dari bencana alam melainkan karena faktor lingkungan.
c.       Resiko Politik.
Kegagalan perkreditan banyak terjadi karena tidak adanya kebijaksanaan politik yang jelas.  Oleh karena itu kestabilan politik pada suatu Daerah/Negara akan merupakan faktor yang cukup menentukan dalam keberhasilan kegiatan usaha.
d.      Resiko uncertainty.
      Faktor kepastian akan menimbulkan spekulasi dan setiap usaha yang berupa spekulasi akan mengandung resiko tinggi karena segala sesuatunya tidak dapat direncanakan dahulu dengan baik.
e.       Resiko inflasi.
Resiko karena adanya inflasi adalah bentuk resiko yang sifatnya abstrak.  Walaupun hutang pokok dan bunga telah dibayar lunas oleh para nasabah, tetapi pada masa inflasi yang tinggi bank akan menderita penurunan terhadap daya beli dari Rupiah yang dipinjamkan kepada nasabahnya.  Hal ini merupakan suatu ancaman terhadap modal bank karena dengan adanya inflasi laba bank akan overstated.  Laba yang  overstated akan mengakibatkan pembayaran pajak dan pembagian laba yang semakin tinggi, akibatnya terjadi kanibalisme modal.
f.       Resiko persaingan.
Untuk memasuki pasar harus siap bersaing dengan lawan-lawan bisnisnya.  Resiko persaingan dapar berupa persaingan terhadap sesama bank sendiri dengan membiayai proyek yang sama, atau persaingan antara perusahaan-perusahaan sejenis yang menjadi objek perkreditan. Dan sudah tentu untuk memenangkan persaingan ini dituntut adanya system kerja yang efisien termasuk perencanaan.
Syarat-syarat Pemberian Kredit.
Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1998 bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Telah dikemukakan bahwa pemberian kredit mengandung suatu resiko (degree of risk) tertentu.  Untuk menghindari atau resiko yang mungkin terjadi, maka permohonan kredit harus dinilai bank atas dasar syarat-syarat bank teknis yang dikenal dengan prinsip 5 C, prinsip tersebut meliputi   :
1.        Character.
Yaitu suatu penilaian tentang sifat-sifat pribadi, watak, kejujuran dari pimpinan perusahaan calon debitur dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya.  Adapun beberapa petunjuk dari bank untuk mengetahui karakter nasabah adalah mengenal dari dekat, mengumpul informasi dari rekan-rekannya serta saingannya mengenai reputasi, kebiasaan pribadi dan lain-lain.
2.        Capacity.
Hal ini menyangkut kemampuan pimpinan perusahaan serta stafnya baik kemampuan dalam manajemen maupun keahlian dalam bidang usahanya.  Untuk itu bank harus memperhatikan angka-angka hasil produksi, angka penjualan dan pembelian, perhitungan laba rugi perusahaan saat ini, data financial di waktu-waktu lain yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan sehingga akan dapat diukur kemampuan perusahaan calon debitur untuk melaksanakan rencana kerja di waktu yang akan datang, dalam hubungannya dengan penggunaan kredit tersebut.
3.        Capital
Yaitu suatu penilaian yang mengetahui posisi finansialnya perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh ratio finansialnya dan penekanan komposisi tangible net worknya.  Bank harus mengetahui bagaimana perimbangan antara jumlah hutang dan jumlah modal sendiri.  Untuk itu bank harus menganalisa neraca dan mengadakan analisa ratio untuk mengetahui posisi likwiditas, solvabilitas, rentabilitas dari perusahaan calon debitur.
4.        Collateral.
Yaitu barang-barang jaminan yang diserahkan oleh perusahaan calon debitur atas jaminan kredit yang diterimanya.  Manfaat collateral yaitu sebagai pengaman kredit apabila usaha yang dibiayai oleh kredit tersebut gagal atau sebab-sebab laing dimana debitur tidak mampu melunasi kreditnya dari hasil usaha yang normal.
5.        Condition.
Yaitu kondisi perusahaan calon debitur dimasa mendatang.  Karena itu lazim disebut condition of economic.  Berkenaan dengan itu situasi kondisi politik, social, ekonomi, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu masa maupun untuk suatu kurun tertentu yang memungkinkan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan calon debitur.  Untuk itu bank harus memperhatikan  :
·          Trend ekonomi yang akan mempengaruhi perkembangan usaha calon debitur.
·          Prospek usaha calon debitur, perbandingannya dengan usaha sejenis lainnya di daerah dan lokasi lingkungannya.
·          Prospek pemasaran dari usaha calon debitur.
·          Kebijaksanaan pemerintah yang mempengaruhi terhadap prospek industri, dimana perusahaan calon debitur termasuk didalamnya.
Syarat-syarat 5 C di atas sebaiknya satu sama lainnya dipunyai oleh perusahaan calon debitur lainnya dalam posisi yang seimbang, dalam arti semua memenuhi syarat.  Kuranglah memadai apabila satu syarat baik sekali sedangkan pada syarat-syarat yang lain kurang sekali.  Oleh karena itu sebelum melepaskan dananya di bidang perkreditan para pejabat bank harus meneliti dengan seksama syarat-syarat ini.
Selain memperhatikan syarat-syarat 5 C tersebut di atas para pejabat kredit bank harus pula memperhatikan pedoman 3 R dalam penilaian penggunaan kreditnya yaitu :
1.          Return.
Return menunjukkan yang diharapkan dapat diperoleh dari penggunaan kredit tersebut.  Dalam hubungan ini bank harus menilai bagaimana kredit yang diperoleh dari bank tersebut akan digunakan oleh perusahaan pemohon kredit.  Maksudnya adalah apakah penggunaan kredit tersebut menghasilkan return atau hasil pendapatan yang cukup untuk menutupi biayanya.
2.          Repayment Capacity.
Bank harus menilai kemampuan perusahaan pemohon kredit untuk dapat membayar kembali pinjamannya (repayment capacity), dimana kredit tersebut harus diangsur atau dilunasi.
3.          Risk – Bearing ability.
Bank harus menilai apakah perusahaan pemohon kredit mempunyai kemampuan untuk menampung resiko kegagalan atau ketidakpastian yang bersangkutan dengan penggunaan kredit tersebut.  Dalam hubungan ini bank harus mengetahui tentang jaminan apa yang dapat diberikan  atas pinjaman tersebut oleh perusahaan pemohon kredit.
Pengawasan Kredit.
Dalam pelaksanaan pemberian fasilitas kredit kepada para nasabahnya, bank dihadapkan pada suatu masalah yang cukup komplek,  antara lain  :
·          Kepada siapa kredit itu diberikan,
·          Untuk (objek) apakah kredit itu harus diberikan,
·          Apakah calon debitur yang akan menerima kreditnya akan mampu mengembalikan hutang pokoknya ditambah bunga serta kewajiban lainnya.
·          Berapa jumlah (plafond), maksimum kredit yang layak untuk diberikan.
·          Apakah kredit yang akan diberikan cukup aman/resikonya kecil.
Selain masalah-masalah umum yang harus dipecahkan oleh perusahaan perbankan dalam pemberian kedit, maka pengelola kredit juga dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang sifatnya sangat khusus yang menyangkut kegiatan usaha dari calon debiturnya secara spesifik, hal ini disebabkan kelancaran pengembalian sangat berhubungan dengan kemajuan usaha debitur.
Artinya masing-masing calon debitur mempunyai permasalahan spesifik berbeda secara materil antara satu nasabah dengan nasabah lainnya.  Oleh karena itu antara satu nasabah dengan nasabah lainnya diperlukan adanya pendekatan dan penanganan secara berbeda dan sangat memperhatikan ciri-ciri khusus dari usahanya.
Untuk dapat menjawab atau mengambil keputusan masalah-masalah yang dihadapi dalalm proses pemberian kredit ini, maka diperlukan suatu analisa pemberian kredit.  Analisa ini perlu dilakukan secara kritis baik melalui pendekatan kwantitatif, kwalitatif terhadap aspek mikro ekonomis dan aspek makro ekonomis yang mempengaruhi kegiatan suatu jenis usaha.  Proses analisa ini dapat dilakukan oleh seseorang yang telah mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman untuk itu ataupun oleh sekelompok orang yang terdiri dari berbagai ahli/profesi untuk kemudian membentuk suatu team agar merumuskan pemecahan masalah yang dihadapi oleh bank dalam memutusksn pemberian kredit kepada calon debiturnya..
Sebelum melaksanakan kegiatan analisa kredit itu sendiri, yaitu membahas aspek-aspek yang mempengaruhi kegiatan usaha secara kritis, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan Yaitu  :
1.        Pemilihan pendekatan yang dipakai dalam melaksanakan analisa kredit.
Dalam melaksanakan analisa kredit, ada beberapa alternative pendekatan yang dapat digunakan oleh pihak bank, yaitu   :
a.       Pendekatan jaminan (collateral approach),  yaitu kredit akan diberikan apabila calon debitur mempunyai jaminan yang memadai baik ditinjau dari segi nilai ekonomis ataupun dari segi juridisnya.
b.      Pendekatan karakter (character approach),  Pada intinya pendekatan ini proses pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan terhadap reputasi karakter bisnis calon debiturnya.
c.       Pendekatan atas dasar kemampuan pelunasan kredit. Dalam pendekatan ini bank  mendasarkan diri pada kemampuan pelunasan hutang dari nasabah, dan tidak mendasarkan diri pada karakternya ataupun feasibilitas dari proyek.
d.      Pendekatan atas dasar tingkat keterlaksanaan proyek usaha calon debitur (feasibility approach).  Dalam pendekatan ini pihak bank menilai sampai sejauh mana proyek usaha calon debitur tersebut dapat melunasi kewajibannya dengan sumber-sumber dana yang dapat dihimpun oleh usaha yang dilakukannya.
2.        Proses pengumpulan informasi.
Setelah pendekatan yang akan digunakan dalam analisa kredit dapat dirumuskan, maka harus segera mengumpulkan informasi tentang si pemohon kredit.  Untuk memperoleh informasi atau data tentang si pemohon kredit berbagai cara dapat dilakukan yaitu   :
a.          Interview dengan pemohon kredit.
Dalam interview ini dapatlah diperoleh secara langsung dari calon debitur informasi yang diperlukan oleh pihak bank, juga dapat mempererat hubungan antara bank dengan nasabahnya.
b.          Record bank.
Setelah memperoleh informasi kredit melalui interview dan inspeksi usaha nasabah, maka informasi selanjutnya dapat diperoleh dari record bank itu sendiri.  Biasanya bank telah mempunyai record terhadap pemohon-pemohon kredit.  Recording paling minimal yang dimiliki bank adalah data tentang nama, pekerjaan dan kegiatan keuangan perusahaan tersebut yang tertera dari mutasi rekening gironya.  Karena itu kebanyakan bank memberikan syarat agar si pemohon kredit harus memegang giro pada bank tersebut minimal selama 6 (enam) bulan.
SEMOGA INFORMASI INI BERMANFAAT.