PerencanaanKredit
Setiap kegiatan
usaha selalu diambil dengan suatu rencana walaupun rencana itu sangat
sederhana. Tidak ada suatu kegiatan
usaha yang tiba-tiba muncul dan langsung berjalan tanpa perencanaan. Untuk kegiatan usaha yang sederhana
memerlukan rencana yang sederhana.
Demikian juga semakin rumit kegiatan usaha yang akan dilakukan, maka
rencana kerja yang akan disusun juga akan semakin rumit. As Mahmoedin (1994 ; 104) mengatakan dengan
rencana memungkinkan :
1. Organisasi dapat memperoleh dan mengikat
sumber daya yang diperlukan untuk
mencapai tujuan-tujuan.
2. Para anggota organisasi untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang konsisten dengan berbagai tujuan dan prosedur terpilih.
3.
Kemajuan dapat
terus dimonitor dan diukur, sehingga tindakan korektif dapat diambil bila
tingkat kemajuan tidak memuaskan.
Muhammad Djohan (1990 ; 45) menyebutkan bahwa pada dasarnya “Planning is decting in advance what is to be
done”.
Jadi menentukan
apa yang dilakukan organisasi dalam rangka
mencapai tujuan. Planning
menyangkut suatu masa yang akan datang.
Karenanya fungsi ini sangat
penting dalam mengatur roda usaha organisasi untuk masa yanga akan
datang. Segala aktivitas yang digerakkan
oleh planning akan dapat mengatur apakah pencapaian tujuan organisasi
terlaksana dengan baik atau tidak.
Bagi sebuah
bank, planning merupakan hak mutlak yang harus dilakukan. Tidak hanya karena planning merupakan fungsi yang penting, tetapi
kepentingan menjalankan planning sebelum roda usaha digerakkan sudah merupakan
suatu “rule” bagi bank demi mencapai tujuan.
Tujuan bank bukanlah profit making semata-mata, tetapi juga menjaga
safenya keuangan yang ada yaitu uang sendiri dan uang orang lain.
Aspek-aspek Pertimbangan Rencana Kredit.
Karena
perkreditan merupakan kegiatan yang utama dari bank, maka rencana kredit
merupakan hal mutlak yang harus dilakukan dalam rangka melengkapi penentuan
policy perkreditan secara menyeluruh.
Tanpa rencana kredit, maka policy kredit tidak lengkap dan berarti.
Aspek-aspek yang
harus diperhatikan dalam pertimbangan penyusunan rencana kredit yang mantap dan
terarah adalah sebagai berikut :
a.
Kondisi perekonomian dan perdagangan.
Ini mutlak harus dilaksanakan oleh karena bank sebagai
lembaga keuangan, bergerak dalam kegiatan perekonomian dan perdagangan. Harus dipertimbangkan bagaimana kemungkinan-kemungkinan
yang akan timbul selama rencana disusun dan selama pelaksanaan rencana
tersebut.
b.
Line of business.
Dalam sektor ekonomi yang mana bank bergerak. Apakah khusus sector pertanian, perekonomian,
industri, perdagangan umum atau real estate.
Beberapa indikator ekonomi yang berhubungan erat dengan line of business
itu perlu diteliti dan diadakan analisa mendalam.
c.
Keadaan nasabah yang ada.
Bagi record nasabah yang ada diadakan pengelompokan nasabah yang dibagi
menurut kelancaran usaha secara lengkap.
Keadaan kelancaran itu kemudian digabungkan dengan sektor usaha para
nasabah. Dari keadaan tersebut secara
umum akan dapat diketahui bagaimana keadaan nasabah yang ada.
d.
Keadaan keuangan bank.
Hal ini merupakan faktor yang sangat penting karena kekuatan keuangan
banklah yang menentukan langkah-langkah nyata bagi perencanaan kredit dalam
arti kata berapa jumlah dana yang akan dioperasikan. Tegasnya harus dengan jelas diketahui berapa
jumlah uang yang tersedia dan benar-benar dapat dilepas. Sesuai dengan ketentuan bank sentral
setiapbank diharuskan memelihara cash ratio yang merupakan suatu reserve untuk
memenuhi atau menutupi kewajiban-kewajiban yang sewaktu-waktu dapat timbul.
e.
Organisasi bank.
Besar kecilnya suatu bank
cukup besar pengaruhnya dalam penyusunan rencana kredit. Bila organisasinya besar meliputi beberapa
cabang yang tersebar, maka perlu diadakan pengaturan tentang wewenang pemutusan
kredit. Pemberian wewenang disertai
tanggung jawab untuk berusaha agar kredit itu lancar dan menguntungkan serta
kewajiban dalam menghimpun dana untuk operasi kredit masa-masa selanjutnya.
f.
Skill dari personil-personil kredit di seluruh organisasi.
Bank perlu memperhatikan
skill dari pejabat kredit dan bila perlu diadakan spesialisasi.
Intensitas
pengaruh masing-masing faktor diatas berbeda satu sama lain. Oleh karena itu
untuk memudahkan penyusunan rencana kredit harus ditetapkan berbagai planning
assumption yang akan dipakai misalnya :
·
Pola permintaan dana dari masyarakat usaha untuk
tahun yang akan datang naik sebesar X %.
·
Tingkat suku bunga rata-rata cenderung konstan.
·
Adanya perkembangan perekonomian yang semakin
cerah.
Assumption tersebut tidak ditetapkan
secara sambilan saja tetapi perlu juga melalui teknik analisa yang sistematis.
Objektif dari Perkreditan.
Setelah
diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi rencana perkreditan perlu ditetapkan
apakah sebenarnya objektif yang ingin dicapai oleh suatu bank.
·
Apakah untuk mengejar laba yang
setingi-tingginya.
·
Apakah untuk penetrasi pasar.
·
Apakah untuk mengembangkan bisnis bank.
·
Apakah untuk memajukan kegiatan perekonomian
Negara.
·
Apakah
untuk melaksanakan kebijaksanaan moneter.
·
Apakah untuk memasarkan dana yang ideal.
Masing-masing
objektif harus dipelajari secara seksama tentang tingkat keterlaksanaannya
(feasibilitynya), membandingkan dengan faktor-faktor kredit yang merupakan
kendala. Dengan demikian penetapan
objektif dari perencanaan kredit tergantung dari kendala yang paling kritis
yang dihadapi oleh bank bersangkutan sebab antara faktor-faktor perencanaan kredit satu sama lain mempunyai
hubungan yang sangat erat juga mempunyai hubungan timbal balik dengan objektif
yang akan dicapai. Jadi setelah objektif
ditentukan secara tepat, maka perlu dinilai/disaring lagi dengan berbagai
resiko yang akan dihadapi untuk mencapai objektif tersebut.
Resiko
Perkreditan
Setiap usaha
akan selalu dihadapkan pada resiko walaupun mempunyai bobot yang berbeda. Demikian juga dalam pemberian kredit ada
terkandung resiko yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam proses perencanaan
kredit. Berbagai bentuk resiko yang perlu dipahami antara lain :
a.
Resiko dari sifat usaha.
Ribuan jenis usaha yang kita jumpai adalah mempunyai
sifat yang berbeda satu sama lain, dimana masing-masing mempunyai ciri-ciri
khusus dalam melaksanakan kegiatannya.
Dan kegiatan yang satu dan yang lainnya juga mengandung tingkat resiko
yang berbeda.
b.
Resiko Geografis.
Besarnya
dari suatu kegiatan usaha juga dipengaruhi oleh factor geografi. Resiko geografis ini erat hubungannya dengan
bencana alam yang sering terjadi pada suatu lokasi usaha tertentu. Tetapi ada juga resiko yang timbul bukan dari
bencana alam melainkan karena faktor lingkungan.
c.
Resiko Politik.
Kegagalan
perkreditan banyak terjadi karena tidak adanya kebijaksanaan politik yang
jelas. Oleh karena itu kestabilan
politik pada suatu Daerah/Negara akan merupakan faktor yang cukup menentukan
dalam keberhasilan kegiatan usaha.
d.
Resiko uncertainty.
Faktor
kepastian akan menimbulkan spekulasi dan setiap usaha yang berupa spekulasi
akan mengandung resiko tinggi karena segala sesuatunya tidak dapat direncanakan
dahulu dengan baik.
e.
Resiko inflasi.
Resiko
karena adanya inflasi adalah bentuk resiko yang sifatnya abstrak. Walaupun hutang pokok dan bunga telah dibayar
lunas oleh para nasabah, tetapi pada masa inflasi yang tinggi bank akan
menderita penurunan terhadap daya beli dari Rupiah yang dipinjamkan kepada
nasabahnya. Hal ini merupakan suatu
ancaman terhadap modal bank karena dengan adanya inflasi laba bank akan
overstated. Laba yang overstated akan mengakibatkan pembayaran
pajak dan pembagian laba yang semakin tinggi, akibatnya terjadi kanibalisme
modal.
f.
Resiko persaingan.
Untuk
memasuki pasar harus siap bersaing dengan lawan-lawan bisnisnya. Resiko persaingan dapar berupa persaingan
terhadap sesama bank sendiri dengan membiayai proyek yang sama, atau persaingan
antara perusahaan-perusahaan sejenis yang menjadi objek perkreditan. Dan sudah
tentu untuk memenangkan persaingan ini dituntut adanya system kerja yang
efisien termasuk perencanaan.
Syarat-syarat Pemberian Kredit.
Menurut
Undang-Undang No 4 Tahun 1998 bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Telah
dikemukakan bahwa pemberian kredit mengandung suatu resiko (degree of risk)
tertentu. Untuk menghindari atau resiko
yang mungkin terjadi, maka permohonan kredit harus dinilai bank atas dasar
syarat-syarat bank teknis yang dikenal dengan prinsip 5 C, prinsip tersebut
meliputi :
1.
Character.
Yaitu suatu penilaian tentang sifat-sifat pribadi, watak, kejujuran dari
pimpinan perusahaan calon debitur dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya. Adapun beberapa petunjuk dari bank untuk
mengetahui karakter nasabah adalah mengenal dari dekat, mengumpul informasi
dari rekan-rekannya serta saingannya mengenai reputasi, kebiasaan pribadi dan
lain-lain.
2.
Capacity.
Hal ini menyangkut kemampuan pimpinan perusahaan serta stafnya baik
kemampuan dalam manajemen maupun keahlian dalam bidang usahanya. Untuk itu bank harus memperhatikan
angka-angka hasil produksi, angka penjualan dan pembelian, perhitungan laba
rugi perusahaan saat ini, data financial di waktu-waktu lain yang tercermin
dalam laporan keuangan perusahaan sehingga akan dapat diukur kemampuan
perusahaan calon debitur untuk melaksanakan rencana kerja di waktu yang akan
datang, dalam hubungannya dengan penggunaan kredit tersebut.
3.
Capital
Yaitu suatu penilaian yang mengetahui posisi finansialnya perusahaan
secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh ratio finansialnya dan penekanan
komposisi tangible net worknya. Bank
harus mengetahui bagaimana perimbangan antara jumlah hutang dan jumlah modal sendiri. Untuk itu bank harus menganalisa neraca dan
mengadakan analisa ratio untuk mengetahui posisi likwiditas, solvabilitas,
rentabilitas dari perusahaan calon debitur.
4.
Collateral.
Yaitu barang-barang jaminan yang diserahkan oleh perusahaan calon debitur
atas jaminan kredit yang diterimanya.
Manfaat collateral yaitu sebagai pengaman kredit apabila usaha yang
dibiayai oleh kredit tersebut gagal atau sebab-sebab laing dimana debitur tidak
mampu melunasi kreditnya dari hasil usaha yang normal.
5.
Condition.
Yaitu kondisi perusahaan calon debitur dimasa mendatang. Karena itu lazim disebut condition of
economic. Berkenaan dengan itu situasi
kondisi politik, social, ekonomi, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi
keadaan perekonomian pada suatu masa maupun untuk suatu kurun tertentu yang
memungkinkan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan calon
debitur. Untuk itu bank harus
memperhatikan :
·
Trend ekonomi yang akan mempengaruhi
perkembangan usaha calon debitur.
·
Prospek usaha calon debitur, perbandingannya
dengan usaha sejenis lainnya di daerah dan lokasi lingkungannya.
·
Prospek pemasaran dari usaha calon debitur.
·
Kebijaksanaan pemerintah yang mempengaruhi
terhadap prospek industri, dimana perusahaan calon debitur termasuk didalamnya.
Syarat-syarat 5
C di atas sebaiknya satu sama lainnya dipunyai oleh perusahaan calon debitur
lainnya dalam posisi yang seimbang, dalam arti semua memenuhi syarat. Kuranglah memadai apabila satu syarat baik
sekali sedangkan pada syarat-syarat yang lain kurang sekali. Oleh karena itu sebelum melepaskan dananya di
bidang perkreditan para pejabat bank harus meneliti dengan seksama
syarat-syarat ini.
Selain
memperhatikan syarat-syarat 5 C tersebut di atas para pejabat kredit bank harus
pula memperhatikan pedoman 3 R dalam penilaian penggunaan kreditnya yaitu :
1.
Return.
Return menunjukkan yang diharapkan dapat diperoleh dari
penggunaan kredit tersebut. Dalam
hubungan ini bank harus menilai bagaimana kredit yang diperoleh dari bank
tersebut akan digunakan oleh perusahaan pemohon kredit. Maksudnya adalah apakah penggunaan kredit
tersebut menghasilkan return atau hasil pendapatan yang cukup untuk menutupi
biayanya.
2.
Repayment Capacity.
Bank harus menilai kemampuan perusahaan pemohon kredit
untuk dapat membayar kembali pinjamannya (repayment capacity), dimana kredit
tersebut harus diangsur atau dilunasi.
3.
Risk – Bearing ability.
Bank harus menilai apakah perusahaan pemohon kredit
mempunyai kemampuan untuk menampung resiko kegagalan atau ketidakpastian yang
bersangkutan dengan penggunaan kredit tersebut.
Dalam hubungan ini bank harus mengetahui tentang jaminan apa yang dapat
diberikan atas pinjaman tersebut oleh
perusahaan pemohon kredit.
Pengawasan Kredit.
Dalam
pelaksanaan pemberian fasilitas kredit kepada para nasabahnya, bank dihadapkan
pada suatu masalah yang cukup komplek,
antara lain :
·
Kepada siapa kredit itu diberikan,
·
Untuk (objek) apakah kredit itu harus diberikan,
·
Apakah calon debitur yang akan menerima
kreditnya akan mampu mengembalikan hutang pokoknya ditambah bunga serta
kewajiban lainnya.
·
Berapa jumlah (plafond), maksimum kredit yang
layak untuk diberikan.
·
Apakah kredit yang akan diberikan cukup
aman/resikonya kecil.
Selain
masalah-masalah umum yang harus dipecahkan oleh perusahaan perbankan dalam
pemberian kedit, maka pengelola kredit juga dihadapkan pada
permasalahan-permasalahan yang sifatnya sangat khusus yang menyangkut kegiatan
usaha dari calon debiturnya secara spesifik, hal ini disebabkan kelancaran
pengembalian sangat berhubungan dengan kemajuan usaha debitur.
Artinya masing-masing calon debitur mempunyai permasalahan spesifik
berbeda secara materil antara satu nasabah dengan nasabah lainnya. Oleh karena itu antara satu nasabah dengan
nasabah lainnya diperlukan adanya pendekatan dan penanganan secara berbeda dan
sangat memperhatikan ciri-ciri khusus dari usahanya.
Untuk dapat
menjawab atau mengambil keputusan masalah-masalah yang dihadapi dalalm proses
pemberian kredit ini, maka diperlukan suatu analisa pemberian kredit. Analisa ini perlu dilakukan secara kritis
baik melalui pendekatan kwantitatif, kwalitatif terhadap aspek mikro ekonomis
dan aspek makro ekonomis yang mempengaruhi kegiatan suatu jenis usaha. Proses analisa ini dapat dilakukan oleh
seseorang yang telah mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman untuk
itu ataupun oleh sekelompok orang yang terdiri dari berbagai ahli/profesi untuk
kemudian membentuk suatu team agar merumuskan pemecahan masalah yang dihadapi
oleh bank dalam memutusksn pemberian kredit kepada calon debiturnya..
Sebelum melaksanakan
kegiatan analisa kredit itu sendiri, yaitu membahas aspek-aspek yang
mempengaruhi kegiatan usaha secara kritis, maka ada beberapa langkah yang harus
dilakukan Yaitu :
1.
Pemilihan pendekatan yang dipakai dalam melaksanakan
analisa kredit.
Dalam melaksanakan analisa kredit, ada beberapa alternative pendekatan
yang dapat digunakan oleh pihak bank, yaitu
:
a.
Pendekatan jaminan (collateral approach), yaitu kredit akan diberikan apabila calon
debitur mempunyai jaminan yang memadai baik ditinjau dari segi nilai ekonomis
ataupun dari segi juridisnya.
b.
Pendekatan karakter (character approach), Pada intinya pendekatan ini proses pemberian
kredit didasarkan atas kepercayaan terhadap reputasi karakter bisnis calon
debiturnya.
c.
Pendekatan atas dasar kemampuan pelunasan kredit. Dalam
pendekatan ini bank mendasarkan diri
pada kemampuan pelunasan hutang dari nasabah, dan tidak mendasarkan diri pada
karakternya ataupun feasibilitas dari proyek.
d.
Pendekatan atas dasar tingkat keterlaksanaan proyek
usaha calon debitur (feasibility approach).
Dalam pendekatan ini pihak bank menilai sampai sejauh mana proyek usaha
calon debitur tersebut dapat melunasi kewajibannya dengan sumber-sumber dana
yang dapat dihimpun oleh usaha yang dilakukannya.
2.
Proses pengumpulan informasi.
Setelah pendekatan yang akan digunakan dalam analisa
kredit dapat dirumuskan, maka harus segera mengumpulkan informasi tentang si
pemohon kredit. Untuk memperoleh
informasi atau data tentang si pemohon kredit berbagai cara dapat dilakukan
yaitu :
a.
Interview dengan pemohon kredit.
Dalam interview ini dapatlah diperoleh secara langsung dari calon debitur
informasi yang diperlukan oleh pihak bank, juga dapat mempererat hubungan
antara bank dengan nasabahnya.
b.
Record bank.
Setelah memperoleh informasi kredit melalui interview
dan inspeksi usaha nasabah, maka informasi selanjutnya dapat diperoleh dari
record bank itu sendiri. Biasanya bank
telah mempunyai record terhadap pemohon-pemohon kredit. Recording paling minimal yang dimiliki bank
adalah data tentang nama, pekerjaan dan kegiatan keuangan perusahaan tersebut
yang tertera dari mutasi rekening gironya.
Karena itu kebanyakan bank memberikan syarat agar si pemohon kredit
harus memegang giro pada bank tersebut minimal selama 6 (enam) bulan.
SEMOGA INFORMASI INI BERMANFAAT.